Heidi yang Malang
Namanya Heidi
Margaretha, seorang anak perempuan berumur 7 tahun yang mungil, lincah dan
periang. Ayahnya bernama Lucas bekerja
sebagai pegawai kantor catatan sipil di Lavenham, Inggris dan ibunya bernama
Marry bekerja sebagai perawat di Rampton Secure Hospital. Hidup Heidi begitu
bahagia dengan kedua orang tuanya, dia sangat dimanjakan meskipun ayah dan
ibunya sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Semua kebutuhan yang diinginkannya
selalu dituruti seperti, membeli mainan boneka teddy bear yang paling dia suka, mainan boneka barbie beserta istananya, mainan masak-masakan dan masih banyak
yang lainnya mainan khas perempuan. Pada ulang tahunnya yang ke-7 tahun, Heidi
dihadiahi sebuah boneka yang menakjubkan.
“Heidiii nak, keluarlah
dari kamar! Ayah ada sesuatu untukmu,” ujar Lucas
“Iya ayah aku
datang,” jawab Heidi
Setelah mendengar
ucapan ayahnya tadi, Heidi langsung berlari bergegas menghampiri ayahnya yang
berada di ruang keluarga pada lantai dua.
“Ada apa ayah?
Kenapa memanggilku?”
“Sini, kamu duduk
di sini dulu di samping ayah. Tutup matamu dan jangan mengintip ya.”
“Loh, ini ada apa
ayah? Kok?”
“Sudah tutup saja
matamu, ikuti perintah ayah.”
“Hm oke ayah.”
Kemudian Heidi menutup matanya,
perlahan ibunya ke luar dari belakang sofa yang diduduki Heidi.
“Happy birthday too you!!! Happy
birthday too you!!! Happy birthday too you!!!”
Sontak Heidi terkejut dan senang.
Terlihat ibunya membawa kue ulang tahun berbentuk teddy bear kesukaannya dan ayahnya membawa boneka teddy bear berpasangan yang sangat besar
dan tingginya hampir menyamai tinggi Heidi.
“Terimakasih ayah dan ibu, aku
saying kalian,” ucap Heidi sambil memeluk kedua orang tuanya.
Heidi tergolong
orang menengah ke atas, ayah dan ibunya merupakan orang termasyhur di Lavenham
itu karena mereka suka membantu kaum fakir-miskin (gelandangan) di daerah
mereka. Lavenham merupakan salah satu desa di wilayah Inggris yang sangat
indah, bisa dibilang merupakan desa
tercantik di Inggris. Di sana bangunan rumahnya sangat unik dengan desain yang
masih kental dengan desain tempo dulu sekitar tahun 90-an yang beraksen
kayu-kayu tua dan hiasan ala Eropa. Terdapat 50 rumah yang berjajar dengan
desain yang sama, dengan dua lantai dan terdapat taman kecil di depan
masing-masing rumah tersebut. Di depan rumah mereka, tepatnya di seberang rumah
mereka terdapat danau alami yang indah menyuguhkan pemandangan pegunungan. Di
samping danau tersebut terdapat lapangan hijau yang begitu luas dan asri.
Hampir setiap liburan musim panas, Heidi dan kedua orang tuanya berpiknik di
sekitar danau itu.
“Sekarang sudah
memasuki liburan musim panas, waktunya kitaaa?” tanya Lucas
“Waktunya kita
berpiknik di dekat danau. Yeaaay!!!” jawab Heidi dengan girang
Dari dapur ibunya
tersenyum melihat tingkah Heidi yang girang sambil berloncatan seperti kelinci.
Hari itu mereka pun pergi berpiknik ke danau yang berada di seberang rumah,
mereka sangat bahagia dan menikmati piknik sederhana itu. Terlihat Heidi sangat
antusias berlarian kesana kemari mengejar burung perkutut yang berkerumun di
bawah pohon yang sangat besar.
“Heidiiii jangan
lari jauh-jauh nak,” ucap Marry
“Iyaaa bu,” jawab
Heidi dari kejauhan
Kehidupan keluarga
Heidi sangat bahagia dan penuh kasih sayang, tapi itu dulu sebelum kejadian
kebakaran yang menimpa rumahnya. Sekarang Heidi hanyalah anak yatim piatu yang
pemurung, suka menyendiri dan menangis secara tiba-tiba. 6 bulan yang lalu,
peristiwa nahas menimpa Heidi dan keluarganya. Rumah mereka terbakar dan tidak
bisa terselamatkan lagi, polisi masih belum bisa menemukan penyebab kebakaran
tersebut. Peristiwa kebakaran itu terjadi pada larut malam ketika orang-orang
sudah terlelap tidur, jadi tidak ada orang yang tahu dan laporan kejadiannya
terlambat. Alhasil dalam peristiwa ini orang tua Heidi meninggal dunia di
tempat dan Heidi terselamatkan dari kebakaran tersebut karena diselamatkan oleh
regu pemadam kebakaran. Orang tua Heidi tidak bisa terselamatkan lantaran api
berasal dari lantai dua tempat tidur mereka, jadi sulit regu pemadam kebakaran
menyelamatkannya. Sedangkan kamar Heidi terletak di lantai satu, sehingga lebih
mudah diterobos oleh regu pemadam kebakaran. Dia mengalami luka bakar yang
cukup parah dibagian wajah dan sebagian tubuh kanannya. Secepatnya Heidi
dilarikan ke rumah sakit, karena dia ditemukan dengan kondisi tak sadarkan
diri.
“Dokter anak ini
harus segera dibawa ke UGD, dia tidak sadarkan diri dan keadaannya sangat
kritis. Luka bakarnya 80%,” ucap polisi yang mengawal Heidi
“Baik pak, bisa
minta tolong hubungi kerabat dari pasien karena ada data yang harus diisi dan
harus ada yang bertanggungjawab atas pasien ini.”
“Siap dokter,
secepatnya akan saya kabari kerabat dari pasien ini. Saya pamit undur diri.”
Polisi itu
meninggalkan Heidi sendiri di ruang UGD dan dengan sigap dokter melakukan
pemeriksaan.
“Wah ini luka
bakarnya cukup parah. Suster tolong bersihkan luka-luka ini dan ambilkan
peralatan operasi, kita akan melakukan operasi kecil karena ini pakaian dengan
kulitnya lengket.”
“Baik dokter.”
Pemeriksaan
berjalan dengan lancar selama satu jam dan Heidi dalam masa kritis tidak
sadarkan diri. Setelah dua minggu dirawat akhirnya Heidi sadarkan diri.
Setelah satu bulan Heidi melewati masa kritis,
akhirnya dia dibolehkan pulang dari rumah sakit. Tetapi dia masih harus
melakukan rawat jalan secara rutin satu minggu 2 kali agar lukanya cepat
mengering.
“Heidi, besok kamu
sudah diperbolehkan pulang tapi jangan lupa kamu harus melakukan check-up setiap minggunya,” ujar dokter
Heidi hanya
menganggukkan kepalanya, tanda bahwa dia faham.
“Oh ya Heidi, luka
bakar diwajahmu itu akan membekas tapi itu tidak masalah wajahmu tetap terlihat
cantik nak,” ucap dokter dengan tersenyum
Heidi hanya diam
dan membalas senyum dokter. Dia terlihat masih sangat shock dengan kejadian yang dialaminya.
“Besok kamu akan
dijemput oleh pamanmu. Paman Anthony.”
“Iya dokter,
terimakasih sudah merawatku dengan baik,” ujar Heidi
Hari ini Heidi
sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Paman Anthony yang menjemput Heidi
dari rumah sakit. Ya, kedepannya Heidi akan tinggal di rumah Paman Anthony adik
dari ayahnya. Paman Anthony sudah mendapatkan hak asuh untuk Heidi dan secara
resmi menjadi wali Heidi sampai dia menikah. Di rumah tersebut terdapat 4 orang
yakni, Paman Anthony, Bibi Lucy, kedua anaknya yang kembar James dan Jane.
Paman Anthony
datang menghampiri Heidi yang sedang diperiksa oleh perawat.
“Halo Heidi,
bagaimana perasaanmu hari ini? Senang akhirnya kamu sudah diperbolehkan pulang
oleh pihak rumah sakit,” ucap Paman Anthony
“Eh iya paman,
perasaanku senang akhirnya bisa keluar dari tempat menyeramkan ini hehe.”
“Baik kalau
begitu, mari kita pulang. Kedepannya kamu akan tinggal di rumah paman, kamu
menjadi bagian dari keluarga paman. Paman Anthony menjadi ayahmu. Bibi Lucy
menjadi ibumu. James dan Jane menjadi adikmu. Bagaimana Heidi? Senang?”
“Iya paman, Heidi
senang,” jawab Heidi dengan senyum simpul
Paman Anthony
orang yang sangat baik, penyabar dan bijaksana. Heidi paling dekat dengannya dibanding
dengan adik-adik ayahnya yang lain. Heidi sudah dianggap seperti anak sendiri
oleh Paman Anthony seperti, saat Heidi ulang tahun Paman Anthony selalu
memberikan kado Boneka teddy Bear
kepada Heidi. Paman Anthony paham betul kalau Heidi sangat suka dengan Boneka teddy Bear. Bibi Lucy seperti yang Heidi
tahu orangnya sangat sinis kepada dia, karena Bibi Lucy tidak suka melihat
Heidi terlalu dimanjakan seperti anak sendiri oleh suaminya. Sedangkan James
dan Jane sangat tidak suka dengan Heidi, mereka berdua iri kepada Heidi yang
sangat dimanjakan oleh ayah mereka.
Kepulangan Heidi
dari rumah sakit disambut bahagia oleh Paman Anthony tetapi tidak dengan Bibi
Lucy, James dan Jane. Sesampainya di rumah terlihat Bibi Lucy, James dan Jane
menyambut Heidi dengan ramah dan hangat berbanding terbalik dengan yang Heidi
pikirkan.
“Selamat datang Heidi.Bagaimana
keadaanmu? Aku sangat khawatir denganmu,” ujar Bibi Lucy
“Iya Bibi Lucy.
Aku baik-baik saja.”
“Heidi aku turut
berduka atas peristiwa yang menimpa keluargamu,” ucap James
“Kamu tidak perlu
bersedih lagi, sekarang kamilah keluargamu,” ujar Jane
Heidi hanya
terdiam dan tersenyum memandang mereka. Hari pertama dan hari-hari berikutnya berjalan
dengan baik, Bibi Lucy memperlakukan Heidi layaknya anak sendiri. Begitupun James
dan Jane, mereka selalu mengajak Heidi bermain bersama di halaman belakang
rumah.
Tiba suatu hari, saat Paman Anthony harus
pergi ke luar kota untuk waktu yang lama karena ada urusan kantor yang harus
dikerjakan di sana. Semua berubah berbanding terbalik sejak Paman Anthony
pergi, Bibi Lucy yang awalnya memperlakukan Heidi dengan baik tiba-tiba berubah
sinis. Bibi Lucy setiap hari membentak, memarahi dan menyuruh Heidi. Semua
pekerjaan rumah, Heidi yang mengerjakan layaknya pembantu.
“Heidi!!!” bentak
Bibi Lucy.
Terlihat Bibi Lucy sedang santai
duduk di ruang keluarga sedang menonton tv. Heidi menghampirinya.
“Iya Bibi Lucy, ada apa?” jawab
Heidi sambil menundukkan kepala
“Hari ini kamu
harus mencuci baju kami dan setelah itu kamu setrika juga baju yang sudah
kering kemarin.”
“Tapi Bibi Lucy
hari ini aku mau bermain ke rumah Tina.”
“Apaaaa? Kamu mau
membantah perintahku? Tidak ada bermain untuk hari ini, kamu tidak boleh keluar
rumah,” bentak Bibi Lucy.
“Tidak Bibi Lucy,
aku tidak ingin membantahmu. Baik aku akan mengerjakan yang bibi suruh,” jawab
Heidi dengan terbata-bata
“Anak baik. Eits terus
kalau menyetrikanya sudah selesai kamu bersihkan halaman belakang rumah sampai
bersih.”
“Baik Bibi Lucy.”
Heidi hanya menunduk terdiam dan takut,
kemudian meninggalkan Bibi Lucy yang sedang asyik menonton telenovela tontonan kesukaanya. Ya Bibi Lucy merupakan wanita
sosialita yang gemar menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang tidak berguna, hampir
setiap hari Bibi Lucy mengunjungi mall dan
membeli banyak sekali baju dan perhiasan.
Tidak hanya di rumah Heidi
diperlakukan tidak baik, di sekolah pun Heidi diperlakukan tidak baik oleh
teman-temannya. Heidi sering diejek sampai-sampai dia memiliki julukan yang
khas yakni ‘si buruk rupa’. Julukan itu diberikan kepada Heidi karena luka bakar
diwajahnya yang membuat dia kelihatan mengerikan dimata teman-temannya.
“Hei si anak buruk rupaaaa!!”
Tidak hanya itu,
di kelasnya tak ada satupun anak yang mau berteman dan bergaul dengan Heidi.
Apalagi Heidi satu kelas dengan James dan Jane, mereka berdua dengan mudahnya
menghasut teman-teman satu kelasnya agar tidak berteman dengan Heidi.
“Jangan berteman dengan Heidi, dia
terkena kutukan. Kalau kamu berteman dengan Heidi kamu akan terkena kutukan
juga dan menjadi seperti Heidi. Apa kamu mau?” ucap James kepada salah satu
temannya.
“Tidak aku tidak mau seperti Heidi,
dia mengerikan.”
Heidi semakin hari semakin terpuruk
dan dia menjadi anak yang sangat pendiam dan pemurung. Dia beranggapan semua
orang-orang di dunia ini jahat yang baik hanya kedua orang tuanya saja. Sambil
termenung dia membayangkan kenangan-kenangan indah saat bersama ayah dan ibunya.
Seketika pikirannya melayang menyusuri memori indah saat Heidi dan kedua orang
tuanya berpiknik di sekitar danau. Heidi sangat merindukan kedua orang tuanya,
dia merasa dunia ini sepi tanpa mereka. Heidi merasa sangat putus asa dengan
hidupnya sekarang tanpa kedua orang tuanya. Kemudian Heidi memutuskan pergi ke
danau yang dulu sering ia kunjungi bersama ayah dan ibunya, untuk melepas
kerinduan.
Setibanya di sana dia melihat sekitar, rumah yang dulu dia
tinggali sekarang hanya tinggal kerangkanya saja. Sisa-sisa kebakaran masih
terlihat, masih ada kayu-kayu yang berserakan. Heidi hanya bisa melihat dari
jauh. Seketika air matanya menetes membasahi pipinya, dia masih belum bisa
menerima kepergian kedua orang tuanya itu. Heidi sangat terpuruk, merasa
sendiri dan putus asa. Kemudian dia berlari ke danau, tangisnya makin kencang
tak karuan. Suasana di sekitar danau saat itu sedang sepi, karena hari itu
bukan hari libur sekolah jadi jarang sekali ada orang yang berkunjung.
“Mungkin dengan cara begini aku bisa
hidup tenang tanpa ada kecaman dari Bibi Lucy, terhindar dari ejekan Jane dan
James. Aku akan bahagia bersama ayah dan ibuku di surga,” ucap Heidi
Heidi berniat mengakhiri hidupnya
dengan menenggelamkan dirinya ke danau. Dia berlari ke tepian danau dan
menceburkan diri ke dasar danau. Cara ini dilakukan karena Heidi memang tidak
bisa berenang dan danau itu sangat dalam. Alhasil perlahan dia tenggelam ke
dasar danau dan tak pernah terlihat lagi. Ya, ini kisah Heidi yang malang mati
tenggelam dalam kesepian.