Senin, 15 Februari 2021

 

Heidi yang Malang

Namanya Heidi Margaretha, seorang anak perempuan berumur 7 tahun yang mungil, lincah dan periang. Ayahnya bernama Lucas  bekerja sebagai pegawai kantor catatan sipil di Lavenham, Inggris dan ibunya bernama Marry bekerja sebagai perawat di Rampton Secure Hospital. Hidup Heidi begitu bahagia dengan kedua orang tuanya, dia sangat dimanjakan meskipun ayah dan ibunya sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Semua kebutuhan yang diinginkannya selalu dituruti seperti, membeli mainan boneka teddy bear yang paling dia suka, mainan boneka barbie beserta istananya, mainan masak-masakan dan masih banyak yang lainnya mainan khas perempuan. Pada ulang tahunnya yang ke-7 tahun, Heidi dihadiahi sebuah boneka yang menakjubkan.

“Heidiii nak, keluarlah dari kamar! Ayah ada sesuatu untukmu,” ujar Lucas

“Iya ayah aku datang,” jawab Heidi

Setelah mendengar ucapan ayahnya tadi, Heidi langsung berlari bergegas menghampiri ayahnya yang berada di ruang keluarga pada lantai dua.

“Ada apa ayah? Kenapa memanggilku?”

“Sini, kamu duduk di sini dulu di samping ayah. Tutup matamu dan jangan mengintip ya.”

“Loh, ini ada apa ayah? Kok?”

“Sudah tutup saja matamu, ikuti perintah ayah.”

“Hm oke ayah.”

            Kemudian Heidi menutup matanya, perlahan ibunya ke luar dari belakang sofa yang diduduki Heidi.

            “Happy birthday too you!!! Happy birthday too you!!! Happy birthday too you!!!”

            Sontak Heidi terkejut dan senang. Terlihat ibunya membawa kue ulang tahun berbentuk teddy bear kesukaannya dan ayahnya membawa boneka teddy bear berpasangan yang sangat besar dan tingginya hampir menyamai tinggi Heidi.

            “Terimakasih ayah dan ibu, aku saying kalian,” ucap Heidi sambil memeluk kedua orang tuanya.

Heidi tergolong orang menengah ke atas, ayah dan ibunya merupakan orang termasyhur di Lavenham itu karena mereka suka membantu kaum fakir-miskin (gelandangan) di daerah mereka. Lavenham merupakan salah satu desa di wilayah Inggris yang sangat indah, bisa dibilang merupakan  desa tercantik di Inggris. Di sana bangunan rumahnya sangat unik dengan desain yang masih kental dengan desain tempo dulu sekitar tahun 90-an yang beraksen kayu-kayu tua dan hiasan ala Eropa. Terdapat 50 rumah yang berjajar dengan desain yang sama, dengan dua lantai dan terdapat taman kecil di depan masing-masing rumah tersebut. Di depan rumah mereka, tepatnya di seberang rumah mereka terdapat danau alami yang indah menyuguhkan pemandangan pegunungan. Di samping danau tersebut terdapat lapangan hijau yang begitu luas dan asri. Hampir setiap liburan musim panas, Heidi dan kedua orang tuanya berpiknik di sekitar danau itu.

“Sekarang sudah memasuki liburan musim panas, waktunya kitaaa?” tanya Lucas

“Waktunya kita berpiknik di dekat danau. Yeaaay!!!” jawab Heidi dengan girang

Dari dapur ibunya tersenyum melihat tingkah Heidi yang girang sambil berloncatan seperti kelinci. Hari itu mereka pun pergi berpiknik ke danau yang berada di seberang rumah, mereka sangat bahagia dan menikmati piknik sederhana itu. Terlihat Heidi sangat antusias berlarian kesana kemari mengejar burung perkutut yang berkerumun di bawah pohon yang sangat besar.

“Heidiiii jangan lari jauh-jauh nak,” ucap Marry

“Iyaaa bu,” jawab Heidi dari kejauhan

Kehidupan keluarga Heidi sangat bahagia dan penuh kasih sayang, tapi itu dulu sebelum kejadian kebakaran yang menimpa rumahnya. Sekarang Heidi hanyalah anak yatim piatu yang pemurung, suka menyendiri dan menangis secara tiba-tiba. 6 bulan yang lalu, peristiwa nahas menimpa Heidi dan keluarganya. Rumah mereka terbakar dan tidak bisa terselamatkan lagi, polisi masih belum bisa menemukan penyebab kebakaran tersebut. Peristiwa kebakaran itu terjadi pada larut malam ketika orang-orang sudah terlelap tidur, jadi tidak ada orang yang tahu dan laporan kejadiannya terlambat. Alhasil dalam peristiwa ini orang tua Heidi meninggal dunia di tempat dan Heidi terselamatkan dari kebakaran tersebut karena diselamatkan oleh regu pemadam kebakaran. Orang tua Heidi tidak bisa terselamatkan lantaran api berasal dari lantai dua tempat tidur mereka, jadi sulit regu pemadam kebakaran menyelamatkannya. Sedangkan kamar Heidi terletak di lantai satu, sehingga lebih mudah diterobos oleh regu pemadam kebakaran. Dia mengalami luka bakar yang cukup parah dibagian wajah dan sebagian tubuh kanannya. Secepatnya Heidi dilarikan ke rumah sakit, karena dia ditemukan dengan kondisi tak sadarkan diri.

“Dokter anak ini harus segera dibawa ke UGD, dia tidak sadarkan diri dan keadaannya sangat kritis. Luka bakarnya 80%,” ucap polisi yang mengawal Heidi

“Baik pak, bisa minta tolong hubungi kerabat dari pasien karena ada data yang harus diisi dan harus ada yang bertanggungjawab atas pasien ini.”

“Siap dokter, secepatnya akan saya kabari kerabat dari pasien ini. Saya pamit undur diri.”

Polisi itu meninggalkan Heidi sendiri di ruang UGD dan dengan sigap dokter melakukan pemeriksaan.

“Wah ini luka bakarnya cukup parah. Suster tolong bersihkan luka-luka ini dan ambilkan peralatan operasi, kita akan melakukan operasi kecil karena ini pakaian dengan kulitnya lengket.”

“Baik dokter.”

Pemeriksaan berjalan dengan lancar selama satu jam dan Heidi dalam masa kritis tidak sadarkan diri. Setelah dua minggu dirawat akhirnya Heidi sadarkan diri.

 Setelah satu bulan Heidi melewati masa kritis, akhirnya dia dibolehkan pulang dari rumah sakit. Tetapi dia masih harus melakukan rawat jalan secara rutin satu minggu 2 kali agar lukanya cepat mengering.

“Heidi, besok kamu sudah diperbolehkan pulang tapi jangan lupa kamu harus melakukan check-up setiap minggunya,” ujar dokter

Heidi hanya menganggukkan kepalanya, tanda bahwa dia faham.

“Oh ya Heidi, luka bakar diwajahmu itu akan membekas tapi itu tidak masalah wajahmu tetap terlihat cantik nak,” ucap dokter dengan tersenyum

Heidi hanya diam dan membalas senyum dokter. Dia terlihat masih sangat shock dengan kejadian yang dialaminya.

“Besok kamu akan dijemput oleh pamanmu. Paman Anthony.”

“Iya dokter, terimakasih sudah merawatku dengan baik,” ujar Heidi

Hari ini Heidi sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Paman Anthony yang menjemput Heidi dari rumah sakit. Ya, kedepannya Heidi akan tinggal di rumah Paman Anthony adik dari ayahnya. Paman Anthony sudah mendapatkan hak asuh untuk Heidi dan secara resmi menjadi wali Heidi sampai dia menikah. Di rumah tersebut terdapat 4 orang yakni, Paman Anthony, Bibi Lucy, kedua anaknya yang kembar James dan Jane.

Paman Anthony datang menghampiri Heidi yang sedang diperiksa oleh perawat.

“Halo Heidi, bagaimana perasaanmu hari ini? Senang akhirnya kamu sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit,” ucap Paman Anthony

“Eh iya paman, perasaanku senang akhirnya bisa keluar dari tempat menyeramkan ini hehe.”

“Baik kalau begitu, mari kita pulang. Kedepannya kamu akan tinggal di rumah paman, kamu menjadi bagian dari keluarga paman. Paman Anthony menjadi ayahmu. Bibi Lucy menjadi ibumu. James dan Jane menjadi adikmu. Bagaimana Heidi? Senang?”

“Iya paman, Heidi senang,” jawab Heidi dengan senyum simpul

Paman Anthony orang yang sangat baik, penyabar dan bijaksana. Heidi paling dekat dengannya dibanding dengan adik-adik ayahnya yang lain. Heidi sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Paman Anthony seperti, saat Heidi ulang tahun Paman Anthony selalu memberikan kado Boneka teddy Bear kepada Heidi. Paman Anthony paham betul kalau Heidi sangat suka dengan Boneka teddy Bear. Bibi Lucy seperti yang Heidi tahu orangnya sangat sinis kepada dia, karena Bibi Lucy tidak suka melihat Heidi terlalu dimanjakan seperti anak sendiri oleh suaminya. Sedangkan James dan Jane sangat tidak suka dengan Heidi, mereka berdua iri kepada Heidi yang sangat dimanjakan oleh ayah mereka.

Kepulangan Heidi dari rumah sakit disambut bahagia oleh Paman Anthony tetapi tidak dengan Bibi Lucy, James dan Jane. Sesampainya di rumah terlihat Bibi Lucy, James dan Jane menyambut Heidi dengan ramah dan hangat berbanding terbalik dengan yang Heidi pikirkan.

“Selamat datang Heidi.Bagaimana keadaanmu? Aku sangat khawatir denganmu,” ujar Bibi Lucy

“Iya Bibi Lucy. Aku baik-baik saja.”

“Heidi aku turut berduka atas peristiwa yang menimpa keluargamu,” ucap James

“Kamu tidak perlu bersedih lagi, sekarang kamilah keluargamu,” ujar Jane

Heidi hanya terdiam dan tersenyum memandang mereka. Hari pertama dan hari-hari berikutnya berjalan dengan baik, Bibi Lucy memperlakukan Heidi layaknya anak sendiri. Begitupun James dan Jane, mereka selalu mengajak Heidi bermain bersama di halaman belakang rumah.

 Tiba suatu hari, saat Paman Anthony harus pergi ke luar kota untuk waktu yang lama karena ada urusan kantor yang harus dikerjakan di sana. Semua berubah berbanding terbalik sejak Paman Anthony pergi, Bibi Lucy yang awalnya memperlakukan Heidi dengan baik tiba-tiba berubah sinis. Bibi Lucy setiap hari membentak, memarahi dan menyuruh Heidi. Semua pekerjaan rumah, Heidi yang mengerjakan layaknya pembantu.

“Heidi!!!” bentak Bibi Lucy.

            Terlihat Bibi Lucy sedang santai duduk di ruang keluarga sedang menonton tv. Heidi menghampirinya.

            “Iya Bibi Lucy, ada apa?” jawab Heidi sambil menundukkan kepala

“Hari ini kamu harus mencuci baju kami dan setelah itu kamu setrika juga baju yang sudah kering kemarin.”

“Tapi Bibi Lucy hari ini aku mau bermain ke rumah Tina.”

“Apaaaa? Kamu mau membantah perintahku? Tidak ada bermain untuk hari ini, kamu tidak boleh keluar rumah,” bentak Bibi Lucy.

“Tidak Bibi Lucy, aku tidak ingin membantahmu. Baik aku akan mengerjakan yang bibi suruh,” jawab Heidi dengan terbata-bata

“Anak baik. Eits terus kalau menyetrikanya sudah selesai kamu bersihkan halaman belakang rumah sampai bersih.”

“Baik Bibi Lucy.”

            Heidi hanya menunduk terdiam dan takut, kemudian meninggalkan Bibi Lucy yang sedang asyik menonton telenovela tontonan kesukaanya. Ya Bibi Lucy merupakan wanita sosialita yang gemar menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang tidak berguna, hampir setiap hari Bibi Lucy mengunjungi mall dan membeli banyak sekali baju dan perhiasan.

            Tidak hanya di rumah Heidi diperlakukan tidak baik, di sekolah pun Heidi diperlakukan tidak baik oleh teman-temannya. Heidi sering diejek sampai-sampai dia memiliki julukan yang khas yakni ‘si buruk rupa’. Julukan itu  diberikan kepada Heidi karena luka bakar diwajahnya yang membuat dia kelihatan mengerikan dimata teman-temannya.

            “Hei si anak buruk rupaaaa!!”

Tidak hanya itu, di kelasnya tak ada satupun anak yang mau berteman dan bergaul dengan Heidi. Apalagi Heidi satu kelas dengan James dan Jane, mereka berdua dengan mudahnya menghasut teman-teman satu kelasnya agar tidak berteman dengan Heidi.

            “Jangan berteman dengan Heidi, dia terkena kutukan. Kalau kamu berteman dengan Heidi kamu akan terkena kutukan juga dan menjadi seperti Heidi. Apa kamu mau?” ucap James kepada salah satu temannya.

            “Tidak aku tidak mau seperti Heidi, dia mengerikan.”

            Heidi semakin hari semakin terpuruk dan dia menjadi anak yang sangat pendiam dan pemurung. Dia beranggapan semua orang-orang di dunia ini jahat yang baik hanya kedua orang tuanya saja. Sambil termenung dia membayangkan kenangan-kenangan indah saat bersama ayah dan ibunya. Seketika pikirannya melayang menyusuri memori indah saat Heidi dan kedua orang tuanya berpiknik di sekitar danau. Heidi sangat merindukan kedua orang tuanya, dia merasa dunia ini sepi tanpa mereka. Heidi merasa sangat putus asa dengan hidupnya sekarang tanpa kedua orang tuanya. Kemudian Heidi memutuskan pergi ke danau yang dulu sering ia kunjungi bersama ayah dan ibunya, untuk melepas kerinduan.

Setibanya di sana  dia melihat sekitar, rumah yang dulu dia tinggali sekarang hanya tinggal kerangkanya saja. Sisa-sisa kebakaran masih terlihat, masih ada kayu-kayu yang berserakan. Heidi hanya bisa melihat dari jauh. Seketika air matanya menetes membasahi pipinya, dia masih belum bisa menerima kepergian kedua orang tuanya itu. Heidi sangat terpuruk, merasa sendiri dan putus asa. Kemudian dia berlari ke danau, tangisnya makin kencang tak karuan. Suasana di sekitar danau saat itu sedang sepi, karena hari itu bukan hari libur sekolah jadi jarang sekali ada orang yang berkunjung.

           “Mungkin dengan cara begini aku bisa hidup tenang tanpa ada kecaman dari Bibi Lucy, terhindar dari ejekan Jane dan James. Aku akan bahagia bersama ayah dan ibuku di surga,” ucap Heidi

            Heidi berniat mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan dirinya ke danau. Dia berlari ke tepian danau dan menceburkan diri ke dasar danau. Cara ini dilakukan karena Heidi memang tidak bisa berenang dan danau itu sangat dalam. Alhasil perlahan dia tenggelam ke dasar danau dan tak pernah terlihat lagi. Ya, ini kisah Heidi yang malang mati tenggelam dalam kesepian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Janji Pelangi Karya: Anggraini Maulidiana   Aku diam membisu Merenung dalam keramaian Aku menemukanmu Di tengah-tengah hiruk p...